Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad, di lahirkan
di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman
pada tanggal 5 Safar tahun 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan
di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga
menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.
Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau
tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan
mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub
kepada Allah SWT, sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat
berkah dan berguna.
Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku
menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin
Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu al-Habib
Ahmad menjawabku: “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah”
Artinya: “Putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.”
Selanjutnya, al-Habib Alawi al-Haddad berkata: “Aku tidak mengerti arti
ucapan al-Habib Ahmad itu, sampai setelah lahirnya puteraku, Abdullah
dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya.”
Semenjak kecil, al-Habib Abdullah al-Haddad telah termotivasi untuk
menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, al-Habib
Abdullah berkata: “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu
Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah
seratus rakaat setiap harinya.”
Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di
masa kecilnya, al-Habib Abdullah menuturkannya sebagai berikut: “Di
masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan
mujahadah, sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama
asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi
berkata: ‘Wahai anak kasihanilah dirimu.’ Ia mengucapkan kalimat itu,
karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah
dan bermujahadah.”
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata: “Ketika aku
berkunjung kerumah al-Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, maka ia
bercerita kepada kami: ‘Sesungguhnya kami dan al-Habib Abdullah
al-Haddad tumbuh bersama, namun Allah SWT memberinya kelebihan lebih
dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup al-Habib Abdullah sejak
masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika ia
membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis
sejadi-jadinya, sehingga ia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang
mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa al-Habib
Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.”
Al-Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Jum’at sore setelah
melakukan shalat Ashar di masjid al-Hujairah. Selain itu, al-Habib
Abdullah al-Haddad sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah
usianya semakin lanjut dn dan kekuatannya semaki menurun, maka al-Habib
Abdullah tidak berziarah pada Hari Jum’at dan Selasa seperti biasanya,
adakalanya beliau berziarah pada Hari Sabtu dan hari-hari lainnya
sebelum matahari naik.
Di antara wirid al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad setiap harinya
adalah kalimat “LAA ILAAHA ILLALLAH” sebanyak seribu kali. Tetapi di
Bulan Ramadhan dibaca sebanyak dua ribu kali setiap harinya. Beliau
menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari di
Bulan Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH
AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur.
Al-Habib Abdullah berkata: “Kami biasa melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.”
Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang
dianjurkan, seperti Hari Senin dan Hari Kamis, hari-hari putih (Ayyamul
baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Bulan Syawal dan lain
sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu menyembunyikan
berbagai macam ibadah dan mujahadahnya, beliau tidak ingin
memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh
kepada orang lain.
Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah
juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya
seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. al-Habib
Ahmad an-Naqli berkata: “al-Habib Abdullah adalah seorang yang sangat
istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.”
Dalam masalah ini, al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad berkata: “Kami
telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan kami tidak
meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut
sampai di bawah ujung telinga, karena Nabi SAW memanjangkan rambutnya
sampai di bawah ujung kedua telinganya.”
Tentang kesabaran al-Habib Abdullah bin Alawi al-Haddad, sejak masa
kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika
ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat.
Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya,
hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga
Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai
cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam masalah ini
beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya:
“Sesungguhnya penyakit demam di tubuhku sudah ada sejak lima belas tahun
yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan aku, meskipun
demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun
keluargaku sendiri.”
Tentang Tarekat al-Ba’alawi, al-Habib Abdullah mengatakan:
“Tarekat kami adalah mengikuti tuntunan al-Qur’an dan as-Sunnah dan
mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya.”
Al-Habib Abdullah kembali menjelaskan:
“Kami tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan
Rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Dan tarekat orang-orang yang
menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain
tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah
petunjuk bagi kami, karena itu kami tidak akan mengikuti petunjuk lain
yang bertentangan dengan petunjuk mereka.”
Telah kami sebutkan bahwa di masa kecil beliau, al-Habib Abdullah
mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang
dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan
jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai ‘WALI AL-QUTHUB’ sejak
usianya masih remaja.
Disebutkan bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari
‘Enam Puluh Tahun’. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari
al-’Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau
menerima libas tersebut tepat ketika al-Habib Muhammad bin Alawi wafat
di kota Makkah pada tahun 1070 H. Pada waktu itu, usia al-Habib Abdullah
26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau
wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60
Tahun’.
Beliau menuntut ilmu pada ulama’-ulama’ di zamannya, diantaranya
guru-guru beliau adalah: Sayyiduna Al-Quthub Al-Habib Umar bin
Abdurrahman Al-Attas, Al-Habib Al-’Allamah Agil bin Abdurrahman
As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid, Al-Habib
Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan termasuk
guru-guru beliau juga adalah Al-Imam Al-’Allamah guru besar kota Makkah
Al-Mukarromah, Al-Habib Muhammad bin Alwi As-Segaf, dan masih banyak
lagi guru-guru beliau yang lainnya.
Beliau memiliki banyak murid, diantara murid-murid belia adalah:
Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri), Al-Habib
Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih,
Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith,
Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin Abdullah bin
Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi
As-Segaf, dan masih banyak lagi murid-murid beliau.
Di antara karya-karya tulis al-Habib Abdullah adalah: ar-Risalah Adab
as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi
al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf as-Saail,
at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah, an-Nasaih ad-Diiniyah, dan
masih banyak lagi lainnya.
Dan termasuk wirid-wirid yang beliau susun diantaranya yang sangat
terkenal adalah ‘Ratib Al-Haddad’ yang beliau susun di malam Lailatul
Qadr tahun 1071 H.
Beliau wafat hari Senin Malam Selasa tanggal 7 Dzulqa’dah 1132 H, dan di
makamkan di pemakaman Zambal di kota Tarim-Hadhramaut-Yemen.
Semoga Allah merahmati beliau dengan rahmat yang teramat luasnya dan
meridhoinya serta memberi kita manfaat dan barokah beliau serta
ilmu-ilmu beliau di dunia dan akhirat. Aamiin..
Karomah Al-Imam Al-’Allamah Al-Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad
Karamah adalah suatu keistimewaan yang diberikan kepada seorang Wali
Allah SWT sebagai karunia khusus baginya, sebagaimana mukjizat yang
diberikan kepada seorang Nabi atau Rasul sebagai bukti kenabian dan
kerasulannya. Kalau seorang Nabi atau Rasul diperintah memperkenalkan
diri dan tugasnya kepada umatnya, dan untuk membuktikan kerasulan atau
kenabiannya, maka ia dibolehkan memperlihatkan mukjizatnya, seperti
ketika Nabi Allah Musa as di perintah melempar tongkatnya di depan
Fir’aun, sehingga tongkatnya berubah menjadi seekor ular.
Berbeda dengan seorang wali dan karamahnya. Ia tidak diperintah
memperkenalkan diri dan menampakkan karamahnya kepada orang lain, karena
ia tidak diperintah untuk menyebarkan risalah agama. Hanya saja,
seorang wali dianjurkan mengajak orang lain ke jalan Allah SWT. Kalau di
tengah dakwahnya, ia membutuhkan suatu bukti, maka ia boleh minta
diberi karamah, misalnya ketika Sunan Bonang dihadang oleh seorang
preman, maka beliau menunjuk tangannya ke atas pohon, dengan izin Allah
SWT si preman melihat buah pohon yang ada di atasnya berupa emas,
sehingga ia tidak putus-putusnya memandang emas yang ada di atas pohon
itu, sampai Sunan Bonang dapat meneruskan perjalanannya dengan lancar.
Adapun buah pohon yang berubah menjadi emas adalah karamah Allah SWT
yang diberikan kepada Sunan Bonang, sehingga beliau dapat selamat dalam
perjalanannya.
Adapun karamah yang diberikan kepada al-Habib Abdullah bin Alawi
al-Haddad cukup banyak, sehingga kalau diungkapkan satu persatunya, maka
akan membutuhkan waktu yang panjang. Sehingga kami hanya mengungkapkan
sebagian kecil saja, seperti yang dapat di baca di bawah ini:
Seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah berkata: “Pada suatu kali aku
terlilit hutang yang banyak dan aku tidak dapat melunasinya, karena aku
tidak mempunyai uang. Ketika aku menyampaikan keluhanku kepada al-Habib
Abdullah al-Haddad, maka beliau berkata: ‘Semoga esok pagi semua
hutangmu dapat terlunasi.’ Ternyata keesokan paginya, ada seorang lelaki
memberiku sepuluh potong pakaian. Setelah aku menerimanya, kemudian
akupun menjualnya, maka aku mendapat keuntungan yang lebih besar dari
jumlah hutangku, semua itu adalah berkah karamah al-Habib Abdullah
al-Haddad.”
Salah satu sahabat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Salah seorang yang sangat cinta kepada al-Habib Abdullah al-Haddad
berkata: ‘Aku pernah dirampok sampai semua hartaku habis. Maka akupun
mendatangi al-Habib Abdullah untuk meminta tolong dan minta do’a. Ketika
aku akan pamitan, maka ia berkata kepadaku, semoga engkau mendapat
ganti yang lebih bagus daripada hartamu yang dirampok. Tetapi bacalah
setiap paginya ‘YA RAZZAK’ sebanyak tiga ratus delapan puluh kali dan
do’a sebagai berikut sebanyak empat kali:
“Allahumma Aghninii Bichalaalika ‘An Charaamika, Wa Bithaa’atika ‘An Ma’shiyatika Wa Bifadhlika ‘Amman Siwaak.”
Maka dengan izin Allah SWA, lelaki itu kembali dalam keadaan yang lebih
baik, karena hidupnya lebih baik dan hutang-hutangnya sudah terlunasi.
Ia termasuk seorang yang shaleh, bertakwa dan wara’. Ia banyak
mengerjakan amal-amal kebajikan, terutama saedekah. Ia sangat yakin
kepada al-Habib Abdullah dan kepada orang-orang shaleh. Ia wafat di Kota
Syibam pada tahun empat puluh. Semoga Allah SWT merahmatinya dan
menempatkannya di surga-Nya yang sangat luas.”
Selain itu, asy-Syeikh Abdullah Syarahil menceritakan kisah asy-Syeikh
Umar Bahmid sebagai berikut: “Ada seorang datang mengadu kepada al-Habib
Abdullah tentang sakit perut dan darah yang banyak keluar dari
duburnya, dan ketika itu aku ada di sisinya. Maka al-Habib Abdullah
berkata kepadaku: “Wahai Bahmid, obatilah orang ini.” Maka aku memegang
perutnya, kemudian aku meniupnya. Maka penyakit orang itu sembuh pada
waktu itu juga. Kemudian penyakit orang itu berpindah kepadaku, sampai
aku mengeluh kepada al-Habib Abdullah. Kemudian beliau memberi makanan
kepadaku sambil mengusap perutku dengan tangannya yang mulia, maka
dengan izin Allah SWT penyakitku segera sembuh pada waktu itu juga.”
Asy-Syeikh Abdullah Syarahil menuturkan, bahwa al-Habib Ahmad berkata
kepadaku: “Aku diberitahu oleh al-Habib Ahmad, bahwa al-Habib Abdullah
al-Haddad berkata kepadanya: “Aku melihat ada seorang yang mengeluh
sakit gigi dan ia minta do’a kesembuhan darimu.”
Maka aku berkata kepadanya: “Mengapa orang itu meminta do’a kepadaku, padahal engkau masih ada di dekatnya?”
Lalu al-Habib Abdullah mengatakan kepadaku: “Laksanakan saja perintahku.”
“Lalu akupun segera melaksanakan perintahnya, hingga penyakit orang itu
sembuh, tetapi rasa sakitnya berpindah pada diriku. Ketika aku menghadap
kepada al-Habib Abdullah, maka beliau memberitahuku: “Pdnyakit orang
itu sudah sembuh, tetapi rasa sakitnya pindah kepadamu.”
“Memang aku merasakan sakitnya orang itu, namun segera hilang dengan berkahnya,” katanya.
Selain itu masih ada lagi kisah karamah yang dialami oleh al-Habib Abdullah sebagai berikut:
“Disebutkan bahwa ketika al-Habib Abdullah pergi menunaikan ibadah haji,
maka ada seekor unta yang melompat-lompat karena emosi, sehingga tidak
seorangpun yang berani mendekati dan menungganginya, karena lompatannya
sangat keras. Ketika al-Habib Abdullah diberitahu tentang masalah itu,
maka beliau mendatangi unta itu dan meletakkan tangannya di lehernya,
maka dengan izin Allah SWT, maka unta itu menundukkan kepala kepadanya.”
Salah seorang sahabat dekat al-Habib Abdullah al-Haddad berkata:
“Aku diberitahu oleh salah seorang murid yang selalu mengikuti al-Habib
Abdullah al-Haddad: “Pada suatu hari aku keluar untuk mengunjungi
seorang syeikh yang dikenal oleh penduduk Kota Tarim dengan nama
asy-Syeikh Maula ar-Rakah, dan aku kesana tanpa memberitahu kepada
al-Habib Abdullah lebih dahulu, sehingga aku kesana dalam keadaan demam
yang sangat keras. Aku berkata dalam diriku sendiri: “Mungkin penyakitku
ini disebabkan aku tidak memberitahu kepada al-Habib Abdullah terlebih
dahulu.”
Ketika aku mendatangi al-Habib Abdullah dan mengeluh kepadanya, maka
al-Habib Abdullah mengusap badanku dengan tangannya yang mulia. Dengan
izin Allah dan berkah al-Habib Abdullah penyakitku segera sembuh dan
tidak meninggalkan bekas apapun pada tubuhku.”
Posting Komentar