Syekh Basyaruddin adalah guru besar bupati pertama Tulungagung,
Tumenggung Ngabei Mangoendirono. Beliau merupakan penyebar agama Islam
pertama di dusun Srigading. Syekh Basyaruddin adalah keturunan Syekh
Abdurrahman bin Syekh Abdul Mursyad bin Muhammad Hasan Basyari,
Ponorogo. Beliau hijrah dari tempat tinggalnya di Ponorogo dan
menyebarkan agama Islam di Tulungagung, Jawa Timur.
Awalnya, Syekh Basyaruddin mendirikan sebuah surau kecil untuk menunjang kegiatannya dalam berdakwah. Selanjutnya,
beliau mendatangi rumah-rumah penduduk dan mengenalkan agama Islam kepada mereka dengan santun dan penuh toleransi.
Cara dakwah demikian ternyata mendapat sambutan hangat dari mereka.
Hingga akhirnya, beliau sukses mengislamkan penduduk Srigading dan
sekitarnya. Meski
demikian, Syekh Baysaruddin terus berjuang hingga wafat dan dimakamkan di Dusun Srigading, Bolorejo, Kauman, Tulungagung.
Sosok Syekh Basyaruddin sendiri semasa hidupnya dikenal sufi dan
penyabar. Sebagai contoh, beliau kalau makan nasi selalu memilih nasi
yang banyak terdapat kerikilnya. Nasi tersebut beliau makan secara
perlahan dengan menyisihkan satu per satu kerikil yang tercecer dalam
nasi tersebut.
Sementara dalam aktifitas sehari-hari, Syekh basyaruddin selalu
menghabiskan waktunya untuk berdakwah, bermujahadah, dan tidak pernah
absen membaca al Quran. Kalau terdapat waktu luang, beliau selalu
memanfaatkannya untuk membaca al Quran. Selain itu, Beliau juga aktif
puasa sunah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa sunah di bulan Rajab dll.
Sedangkan dalam bermujahadah, beliau biasanya melakukannya di atas bambu yang dibawahnya terdapat aliran sungai. Jika tiba-tiba beliau ketiduran, maka tubuhnya akan jatuh ke dalam
sungai. Dengan demikian beliau akan terbangun dan melanjutkan kembali
dzikirnya. Dan konon,
jika ingin menaruh sesuatu, beliau biasanya tinggal menunjuk pohon
yang berada disekitar lokasi bantaran sungai. Seketika itu juga pohon
yang dikehendaki langsung
merunduk patuh.
Salah satu karamah yang tampak pada diri Syekh Basyaruddin semasa
hidupnya adalah saat beliau menghadiri pernikahan putri Tumenggung
Ngabei Mangoendirono, Eyang Dina Mustofa. Syekh Basyaruddin menghiasi
dekorasi panggung pernikahan dengan air mengalir yang berisi semua jenis
ikan.
Pengunjung yang hadir saat itu sontak terbelalak melihat kejadian ini.
Warga Dusun Srigading dan sekitarnya meyakini bahwa makam Syekh Basyaruddin
memang bertuah. Hal senada juga diakui oleh Suratman, salah seorang peziarah asal Watulimo, Trenggalek. Ia mengatakan, kalau
sedang suntuk atau punya masalah berat, setelah berziarah ke makam
Syekh Basyaruddin jiwanya merasa jadi lebih tenang. "Yang jelas, saya
jadi lebih tenang,
banyak bersyukur dan selalu ingat kepada Allah," kata Suratman.
Berdasarkan penuturan Juru Kunci Makam, Mbah Burhanuddin (Mbah Bur), memang banyak para peziarah yang ber-wasilah ke
makam Syekh Basyaruddin hajatnya jadi terkabulkan. Beliau kemudian berkisah, suatu ketika ada seseorang yang berniat
mendirikan masjid dan pondok pesantren. "Tapi, dia bilang kepada saya sama sekali tidak punya uang untuk mewujudkan
niatnya tersebut," kata Mbah Bur.
Mbah Bur kemudian menyarankan orang tersebut untuk berziarah ke
makam Syekh Basyaruddin. Setelah berziarah selama 41 hari di makam Syekh
Basyaruddin, orang tersebut lantas pulang ke rumah. Betapa terkejutnya
ia melihat di rumahnya terdapat
material bangunan yang sudah lengkap. Sebagai wujud syukur, orang
tersebut kemudian menggelar acara tahlil di makam Syekh Basyaruddin
selama seminggu.
Suatu hari, orang tersebut datang lagi ke kediaman Mbah Bur. Ia
menyatakan ingin mendirikan menara di samping masjid, tapi lagi-lagi tak
punya dana. Mbah Bur kembali menyarankan agar berziarah ke makam Syekh
Basyaruddin. Setelah berziarah, kejadian serupa diatas terulang kembali.
Kisah lain, ada seseorang yang sedang menghafal Alquran merasa kesulitan untuk
menghatamkan, padahal hanya tinggal 2 juz terakhir. Ia merasa gundah
dan akhirnya sowan kepada sejumlah kiai untuk meminta petunjuk. Tetapi,
oleh salah seorang kiai yang berdomisili di Mojokerto ia justru
dimarahi. "Nyapo awakmu bingung-bingung. Ziaroho neng Syekh Basyaruddin kono lho," kata Sang kiyai.
Ia kemudian berziarah ke makam Syekh Basyaruddin dan menghafal al
Quran. Anehnya, dalam tempo hanya satu minggu ia langsung khatam.
Kisah lain lagi, bagi santri yang merasa kesulitan untuk menghafal
Alfiyyah atau Imrithi, setelah berziarah ke makam beliau menjadi mudah
untuk menghafalkan.
Semula, selain keluarga Bupati Pertama Tulungagung, dilarang
berziarah ke pemakaman Syekh Basyaruddin. Baru ketika tanggungjawab
makam dipegang oleh Mbah Bur, masyarakat diperbolehkan berziarah. Mbah
Bur beralasan, masyarakat yang berziarah ke makam tidak membuat
keributan, mereka justru mendoakan sang ahli kubur. "Niat saya baik.
Mereka (peziarah) di sini untuk mendoakan. Mengapa harus dilarang?"
Tegas beliau.
Posting Komentar