Hal yang wajib pertama kali bagi orang tua adalah mengajarkan kepada
anaknya bahwa nabi muhammad itu di lahirkan dan di utus di makkah serta
wafat dan di makamkan di madinah. Dan wajib pula mengajarkan bahwa
Rosululloh itu diutus untuk semua makhluk, baik bangsa arab maupun
lainnya, baik malaikat,manusia,jin dan jamadat (benda mati seperti
batu,pohon dan lain-lain).
Bahkan kewajiban ini mengalahkan kewajiban memerintah sholat terhadap
anak. Dan sesungguhnya syari’at Rosululloh itu merubah pada
syari’at-syari’at yang terdahulu, dan bahwa Alloh mengutamakan
Rosululloh diatas semua makhluk yang lain. Serta tidak sahnya tauhid
hanya dengan kalimat ” laa ilaha illa Alloh “, akan tetapi harus
disandarkan pada kalimat ” muhammadur Rosululloh “.
Walhasil, wajib bagi orang tua untuk mengajarkan pada anak tentang
segala hal yang wajib diketahui oleh seorang mukallaf (orang yang
berakal dan baligh), agar iman benar-benar menancap dalam hati mereka
serta agar mereka membiasakan diri untuk taat kepada Allah, seperti
mengajarkan sifat-sifat Alloh dan sifat-sifat Rosul. Alloh mewajibkan kepada semua makhluk-Nya untuk membenarkan atas apa
saja yang dikabarkan oleh rosululloh,baik urusan dunia maupun urusan
akhirat. Dan wajib mengajarkan bahwa Rosululloh adalah manusia yang
paling mulia serta mengajarkan nasab beliau dari pihak ayah dan ibu.
Kelompok Asyairah adalah para pemimpin, para penunjuk jalan hidayah dari
ulama-ulama yang memenuhi jagad timur dan barat. Manusia sepakat akan
keutamaan, keilmuan dan agama mereka. Mereka adalah orang-orang yang
ahli, ulama ahlus sunnah, dan pemimpin ulama-ulama ahlus sunnah yang
bersepakat akan kesesatan kaum mu'tazilah. Mereka adalah para kelompok ahli hadits, ahli fiqih dan ahli tafsir,
seperti Syaikhul Islam Ahmad Ibn Hajar al-Asqalani, guru para ahli
hadits yang tidak diragukan lagi, pengarang kitab "Fathul Bari ala syarh
Al-Bukhari". Dia bermadzhab Asy'ari, dan kitabnya dibutuhkan para
ulama.
Guru para ulama ahlus sunnah Al-Imam An-Nawawi, pengarang kitab Syarah
Shahih Muslim, dan juga pengarang banyak kitab, bermadzhab asy'ari. Guru para ahli tafsir, Al-Imam Al-Qurthubi, pengarang kitab tafsir "Al-Jami' li ahkam al-Qur'an" bermadzhab asya'ari. Syaikhul Islam Ibnu Hajar Al-Haitami, pengarang kitab "Az Zawajir fi iqtiraf al-kaba'ir", bermadzhab asy'ari. Al-Imam Zakaria Al-Anshari bermadzhab Asy'ari. Al-Imam Abu Bakar Al-Baqilani, Al-Imam Al-Qisthillani, Al-Imam
An-Nasafi, Al-Imam As-Syarbini, Abu Hayyan An-Nahwi (pengarang Al-Bahrul
Muhith), Imam Ibnu Juzay (pengarang kitab At Tashil fi ulum at tanzil),
dan lain-lain, semuanya adalah para imam madzhab asya'irah.
Jika kita mau mengitung jumlah mereka, maka tentu tidak akan mampu dan
membutuhkan berjilid-jilid buku untuk menguraikan peran mereka. Yang
wajib bagi kita adalah menyandangkan kebaikan kepada ahlinya dan
mempredikatkan keutamaan kepada ahlul ilmi yang telah melayani syariah
sayyidul mursalin Muhammad SAW. Kebaikan apa yang akan diharapkan, jika kita menuduh para ulama-ulama,
dan pendahulu-pendahulu yang shalih (salaf as-Shalih) itu dengan
kesesatan dan penyimpangan?.
Bagaimana Allah akan membuka hati kita untuk mengambil manfaat dari
ilmu-ilmu mereka, jika kita berkeyakinan bahwa mereka telah menyimpang
dari jalan islam? Adakah ulama-ulama kini yang bergelar doktor dan professor yang mampu
menyamai kedudukan Syaikhul Islam Ibnu Hajar al-Asqalani dan Imam
An-Nawawi, di dalam melayani sunnah nabawiyah?. Lalu mengapa kita menuduh mereka berdua dan semua ulama-ulama asyairah
dengan tuduhan sesat, padahal kita membutuhkan ilmu-ilmu mereka?.
Bagaimana kita mengambil ilmu-ilmu mereka, kalau mereka itu tersesat?
Padahal al-Imam Ibnu Sirin mengatakan: "Ilmu ini adalah agama, maka
lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu".
Jika Al-Imam An-Nawawi, Al-Asqalani, Al-Qurthubi, Al-Baqilani,
Al-Fakhrur Razi, Al-Haitami, Zakaria Al-Anshari dan lain-lain bukan
termasuk ulama-ulama yang ahli dan terkemuka dari golongan ahlussunnah
wal jama'ah, maka siapakah ahlussunah itu?
Posting Komentar